Kamis, 05 November 2020

KENAPA ME-REVIEW BUKU HIDUP TANPA PENYESALAN?

 

Hai Dear...

Welcome Back To My Blogg, with me, Debora Yolanda...

Bagaimana kabarmu di tengah pandemi COVID-19 ini? Aku berdoa kamu baik-baik saja, dan dilingkupi dengan kasih TUHAN. Amin...

Ahirnya, kamu sampai di halaman ini, dan telah menyelesaikan pembacaan review buku, sampai akhir. Selamat yah... J

Di sini, aku gak akan bahas lagi soal review buku, tapi yang ingin aku bahas adalah alasanku, kenapa nge-review buku Telaga 3. Yuk, langsung baca aja ya...

Beberapa hari yang lalu, aku mengisi sebuah kuesioner. Kata temanku, itu kuesioner untuk para jemaat kristiani di seluruh Indonesia.  Kegunaan kuesionernya untuk membantu para gereja di Indonesia, untuk membuat kebijakan baru dalam menghadapi New Normal. Sekilas kuesioner ini terlihat biasa seperti pada umumnya, namun tiba-tiba ada 2 pertanyaan yang cukup mengusik hatiku. Dalam sebuah kuesioner itu yang pertama ditanya, apa statusmu saat ini? A. Lajang atau sedang dalam hubungan atau bersiap untuk menikah, b. Menikah c. Bercerai dll. Yang kedua ditanya, dalam kondisi pandemi seperti ini, mana hubunganmu yang paling terusik/terganggu/mengalami masalah? A. Hubungan mu dengan pasangan (pacar, tunangan/calon suami/istri), b. Hubungan mu dengan orang tua, dll.

Mungkin bagi sebagian orang, pertanyaan itu lucu, menggelitik, tapi bagiku itu pertanyaan yang menyentuh dan cukup serius. Aku seperti bisa memposisikan diriku pada kondisi teman-teman yang lagi mengalami masalah dalam relasi mereka dengan pasangan mereka. Pikirku pun melayang, kalo orang di masa pandemi ini lagi sibuk menghitung berapa orang meninggal karena COVID-19, berapa ibu yang hamil karena adanya stay @home, diriku justru bertanya, berapa banyak pasangan yang mengakhiri hubungan gara-gara harus social distance? Mungkin kalo gak tragis, lagsung jadi jomblo gitu,  adakah diantara kalian yang hubungan kasih dengan pacarnya menjadi dingin? Seperti terjadi pembiaran di hubungan kalian, apa lagi kalo pacarmu berkata bahwa dia bukan warga dumai sejati, dia lebih suka real daripada dumai, tentu hatimu pun menjadi kacau.

                Oh... dear, aku turut prihatin dengan apa yang kamu alami, aku turut sedih jika itu yang terjadi padamu. Bagaimana pun kondisimu saat ini, datanglah selalu kepada Tuhan, sebab dia adalah sumber kasih sejati, dia akan memampukanmu melewati segala kesedihan yang kau alami. Menangis dan sedih saat ini, itu boleh, ungkapkan segala kepedihanmu agar kamu menjadi lega, sebab kita bukan makhluk sempurna yang bisa stay cool seterusnya. Tapi aku percaya, bahwa kamu mau bangkit dari segala kepedihan hatimu, kamu mau sembuh dari luka di hatimu, buktinya kamu bisa menemukan tulisanku ini, sebagai usahamu dalam mengobati luka hatimu.

                Jadi karena kuesioner yang aku renungkan itu, akhirnya aku memutuskan membeli sebuah buku yang aku anggap ini penting, dan aku ingin merangkumnya dan dibagikan ke kalian. Dalam review kali ini, aku merangkum bukunya, dan aku beri opini-opiniku mengenai beberapa tema di buku ini berdasar cerita sehari-hari, yang pernah aku atau temenku alami, supaya kalian makin mudah memahami. Pokoknya aku pengen review aku ini memberikan pengetahuan dan pengalaman buat kalian.

                Aku membaca buku ini tentu karena aku tak ingin memiliki rasa penyesalan dalam hidup, terutama tentang memilih pasangan hidup. Demikian juga aku tak ingin semua wanita singel di dunia ini menyesal tentang memilih pasangan hidup. Memang tidak ada pasangan yang sempurna dan letterlijk seperti di buku, dan aku tahu itu. Tetapi dengan membaca semua ini, setidaknya kita memiliki tambahan pengetahuan tentang bagaimana memilih pasangan hidup yang tepat, untuk meminimalkan penyesalan yang terjadi di dalam hidup.

Rabu, 04 November 2020

BAB 7 PATAH HATI BY PAUL GUNADI

 


                Patah hati merupakan reaksi dari putusnya relasi cinta. Biasanya berbentuk murung, tidak semangat menjalani hidup, kehilangan arah hidup, khawatir akan masa depan dan frustasi. Sewaktu kita mencintai, orang tersebut masuk menjadi bagian dari diri kita, menjadi bahan pemikiran kita setiap hari. Kita berbagi aktivitas dengan dia, memikirkan masa depan bersamanya. Meski secara fisik kita belum menikah, namun secara emosional kita telah melebur menjadi satu dengan dia. Putus cinta adalah ketika orang yang kita kasihi itu ditarik secara paksa untuk keluar dari hati kita, jadi membuat hati seperti tercabik dan robek. Seperti ada darah dan lubang di hati kita. Lubang yang kosong ini menimbulkan rasa kosong dan hampa, dan hari lepas hari, kita harus menjalaninya. Semua ini akan sembuh, seiring berjalannya waktu, jika tak ada komplikasi, seperti bunuh diri, mengurung diri, ingin membunuh mantan, dan lain-lain.

                Sakit hati membuat orang berkubang dalam depresi berkepanjangan. Supaya tidak komplikasi, kita perlu menempatkan patah hati pada kerangka pimpinan TUHAN. Pertama, pahami bahwa TUHAN sedang memimpin kita. Terimalah semua ini sebagai bagian dari pimpinan Tuhan atas hidup kita yang tidak kita mengerti. Kedua, Tuhan sedang ingin memperlihatkan sesuatu kepada kita. Patah hati memang sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Orang yang mencintai, harus siap terluka. Ada orang menghibur diri dengan berkata, Tuhan akan memberikan ganti dengan orang yang lebih baik dalam waktu dekat. Hal ini belum tentu, obat penawar dari patah hati adalah Roma 8:28. Kita harus ingat bahwa Tuhan sedang bekerja melalui peristiwa ini untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Dengan bersandar kepada Tuhan, iman kita akan bertumbuh. Sebab, iman bertumbuh ditengah-tengah ketidakjelasan.

Selasa, 03 November 2020

BAB 6 KASIH SEJATI BY PAUL GUNADI

Bagaimana seseorang mencintai, sebenarnya menyingkapkan siapakah orang itu: “Apa nilai hidupnya? Bagaimana dia memperlakukan sesamanya? Apa yang menjadi kebutuhan pokoknya? Seberapa dewasa dia?” Jadi, sudah selayaknya kita mencari tahu bagaimana ia mencintai sebelum kita membuat keputusan untuk hidup bersamanya. Ingat, yang terpenting bukan perkataan cintanya, tapi bukti nyata yang dapat kita pantau dari tindakannya. Pada dasarnya, cinta dapat dibagi menjadi dua: cinta yang menghancurkan dan cinta yang membangun.



Cinta yang Menghancurkan

                Merupakan cinta yang muncul tiba-tiba dengan kekuatan yang sangat besar,  membuat pikiran dan jiwa terfokus padanya. Pusat cinta ini adalah kepentingan dan kepuasan sendiri. Ciri utama dari cinta yang menghancurkan adalah:

                Menguasai, kita akan kehilangan kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Segala sesuatu harus sesuai keinginan dan seleranya. Apa pun yang kita lakukan akan menjadi salah di matanya. Bila kita menolak permintaannya, ia marah dan mencaci maki kita, atau dia juga tidak segan memukul kita.

                Manipulatif,  merupakan paksaan menggunakan ancaman yang dilakukan secara halus, sehingga kadang kita tidak menyadari bahwa kita sedang dipaksa. Tanpa kita sadari, ia terus menggiring kita masuk ke dalam perangkapnya. Cinta yang menghancurkan adalah cinta pada diri sendiri. Kita dijadikannya alat untuk membuat dirinya merasa lebih aman, lebih bernilai, lebih kuat, lebih dikasihi dan sebagainya. Pada akhirnya, kita yang akan kehilangan diri kita sendiri.

Cinta yang Membangun

                Firman Tuhan mengajarkan soal cinta dan semua diuraikan dalam 1 korintus 13 : 4-7. Berdasarkan ayat tersebut, karakteristik cinta dapat diuraikan sebagai berikut:

                Pusat cinta adalah orang yang dicintai. Tidak mementingkan diri sendiri. Kasih itu sabar, kesabaran muncul tatkala kita berhasil mengesampingkan diri dan mementingkan orang yang kita kasihi, memikirkan apa yang baik dan benar baginya. Menghormati pasangan dan memberinya ruang gerak menjadi diri sendiri. Kita boleh memberi masukan dan menyampaikan harapan kita, tapi kita tidak boleh memaksanya menjadi seperti yang kita harapkan. Kita memintanya namun menerima keputusannya. Kasih itu murah hati, sehingga sukacitanya adalah memberi dan bukan menuntut. Namun perlu dipahami bahwa, apakah murah hatinya kepada orang yang ia cintai saja, atau kepada semua orang, ia bermurah hati? Jika ia hanya murah hati kepada kita tapi kikir pada orang lain, kita perlu curiga, bahwa sebenarnya ia sedang memanipulasi kita. Cinta yang membangun, memberi kemerdekaan, memanggil kerelaan, bukan keterpaksaan. Meski kita takut kehilangan, tapi kita tidak menguasai dan memaksanya.

                Cinta yang membangun, tidaklah sombong. Kesombongan adalah tanda bahwa kita mengidolakan diri dan menuntut pasangan melihat kelebihan kita. Dalam cinta yang membangun, pandangan kita justru tertuju pada hal positif yang ada pada pasangan, bukan pada diri kita. Di dalam cinta yang membangun, tidak ada kekasaran dan pelecehan, sebab kita menghormati dia sebagai ciptaan TUHAN, dan memperlakukannya dengan baik dan sopan. Kita tidak memandang hubungan dengannya dari segi besar kecilnya keuntungan yang bisa kita peroleh, jika berhubungan dengan dia. Cinta yang membangun, mengampuni kesalahan dan menerima kelemahan pasangan. Kita menyadari bahwa tidak ada orang yang sempurna, tidak ada seorang pun yang bisa memenuhi semua kebutuhan kita kecuali TUHAN. Dalam cinta yang membangun, kita menyadari bahwa orang dapat melukai kita, tetapi kita bisa menerima luka dan kecewa sebagai bagian dari hidup. Kita sadar, bahwa kadang kala kita pun melukai dan mengecewakan pasangan atau orang yang kita kasihi. Dalam cinta yang membangun, kita tidak menyimpan catatan kesalahan pasangan. Kita berusaha melupakan apa yang telah terjadi setelah berupaya menyelesaikannya.

                Cinta yang membangun tahu benar-salah dan baik-buruk. Mana yang jadi kehendak Tuhan dan mana yang tidak berkenan di hati TUHAN. Dalam TUHAN, kasih dan kekudusan menjadi satu kategori. Cinta yang membangun mempertimbangkan kepentingan dan kebahagiaan orang yang kita kasihi, sehingga kita tidak berbuat semaunya dan melukai pasangan. Di dalam cinta yang membangun, ada usaha untuk kita melindungi relasi yang kita miliki. Banyak orang dapat memulai relasi kasih,tapi tidak banyak yang bisa melindunginya. Dengan berjalannya waktu, kita sembarangan dan tidak menghargai relasi itu. Kita tidak merawatnya dan membiarkannya sendiri. Relasi kasih memerlukan perawatan, banyak relasi nikah yang pada akhirnya kering rusak karena tidak dirawat. Pertengkaran berlimpah karena tak mendapat cukup perhatian. Oleh sebab itu, kita harus menyayangi dan memperlakukannya dengan penghargaan yang dalam.

                Tuhan tahu bahwa manusia tidak selalu berhasil menepati janji, tapi Ia selalu percaya kepada kita. Ia selalu siap menerima pertobatan kita dan memberi kita kepercayaan lagi. Inilah kasih dan seperti inilah seharusnya kita mengasihi. Ketika kita kehilangan kepercayaan, disaat itulah kita kehilangan kasih. Mengasihi dan mempercayai merupakan dua sisi dari satu koin. Cinta yang membangun mempercayai kejujurannya, ketulusannya, kesetiaannya, dan kasihnya kepada kita. Mempercayai berangkat dari pikiran positif kita kepada pasangan. Cinta yang menghancurkan berangkat dari kecurigaan, karena didalam kecurigaan terdapat ketakutan.

                Firman Tuhan mengajarkan, kasih selalu berharap. Cinta yang membangun berisikan harapan, karena di dalam cinta selalu tersedia keinginan melihat perubahan dan pembaharuan pada diri orang yang kita kasihi. Kita sadar bahwa ia memiliki kelemahan tetapi kita terus berkeinginan melihatnya menjadi lebih baik. Cinta yang membangun tidak mudah kehilangan harapan, sebab dasarnya kuat, dasar cinta yang membangun memberi dan berkorban. Cinta yang menghancurkan, dasarnya keuntungan pribadi, tatkala sudah tidak ada yang diterima maka pupuslah harapan dan cintanya. Kasih sabar menanggung segala sesuatu. Dalam kasih ada ketabahan dan ketangguhan. Kasih yang besar memberi kekuatan untuk bertahan dalam penderitaan. Kita mencintai karena ingin memberi,di dalam memberi kita menemukan kekuatan untuk bertahan.



Senin, 02 November 2020

BAB 5 PERNAK PERNIK PERJODOHAN BY PAUL GUNADI

 Kita harus memahami bahwa di dalam hidup ini, ada tiga pertanyaan yang harus kita jawab dengan tepat. Siapa yang kita sembah? Bagaimana kita hidup? Dengan siapa kita menghabiskan sisa hidup ini? Pernikahan yang buruk melahirkan kehidupan penuh penderitaan. Kita harus hati-hati dalam memilih pasangan hidup, dan meminta pimpinan TUHAN, agar Ia menuntun kita kepada orang yang berkenan kepada-Nya.



Jodoh dan Kehendak TUHAN

                Allah yang Maha Tahu dan bekerja melintasi batas waktu dan tempat, Ia memahami apa yang terbaik, Ia memiliki rencana, yang tidak sesederhana permintaan kita. Ia melakukan dengan cara yang berbeda dari apa yang kita bayangkan. Ada dua ekstrem yang mesti kita hindari. Pertama, kita memakai nama TUHAN dengan sembarangan dan tergesa-gesa memastikan bahwa orang ini adalah jodoh dari TUHAN. Tuhan tidak mengecualikan kita dari tanggung jawab mengenal seseorang dengan baik dan teliti sebelum mengikatkan diri dalam pernikahan. Tuhan pasti menuntun dan memberi kita hikmat untuk melihat dengan jernih, tetapi Ia tidak membebastugaskan kita dari tanggung jawab memilih pasangan hidup secara berhati-hati. Ekstrem kedua, kita tidak melibatkan TUHAN sama sekali dalam memilih pasangan hidup. Kita beranggapan Tuhan tidak mencampuri urusan “sekecil ini”. Tantangan bagi kita adalah memahami cara kerja Tuhan, sehingga kita bisa mengerti kehendak-Nya dengan lebih tepat. Dari sisi manusia, setidaknya kita dapat membagi cara kerja Tuhan dalam tiga kategori.

Pertama, Tuhan bekerja melalui penetapan “langsung” tanpa kondisi khusus. Penetapan langsung adalah TUHAN bicara langsung pada kita bahwa kita harus menikahi orang yang telah dia tetapkan untuk menjadi pasangan kita. Di Alkitab hanya dicatat satu peristiwa seperti ini, TUHAN memerintah seseorang untuk menikah dengan orang tertentu. Nabi Hosea dan istrinya Gomer. Di Alkitab tidak ada contoh lain di mana TUHAN menetapkan dan memerintahkan secara langsung siapakah orang yang kita nikahi kelak.

Kedua, Tuhan bekerja melalui penetapan “langsung” dengan disertai kondisi khusus. Dalam upaya memastikan kehendak TUHAN, bahwa orang ini adalah jodoh kita, acap kali kita mengaitkan peristiwa atau kondisi tertentu sebagai cara TUHAN, mempertemukan kita. “kalua bukan kehendak TUHAN, tidak mungkin kami bertemu saat itu.” Masalahnya, ketika relasi mengalami  masalah, maka kita berkata “oh ternyata saya keliru, ini bukan kehendak TUHAN!” kita harus berhati-hati, tidak semua orang yang kita temui adalah jodoh kita. Jadi jangan berkata seseorang adalah jodoh kita atas dasar pertemuan.

Ketiga, Tuhan bekerja melalui penetapan “tidak langsung”, tanpa kondisi khusus. Perjodohan adalah bagian alamiah dari kehidupan manusia dan Tuhan memberikan keleluasaan kepada kita untuk menentukan jodoh yang ingin kita nikahi. Tuhan memberikan ruang gerak yang sangat leluasa bagi kita untuk mengambil keputusan, tetapi TUHAN juga memberikan rambu-rambu dalam kebebasan ini. Pertama, jodoh yang kita pilih haruslah seiman, sebab tujuan hidup kita adalah menyenangkan hati TUHAN, dan menaati rambu-rambu perjodohan yang merupakan wujud nyata menyenangkan hati Tuhan. Kedua, hubungan sebuah pernikahan haruslah menjadi hubungan yang saling menolong. Artinya, di dalamnya harus ada unsur kecocokan antara dua pihak. Tuhan menciptakan Hawa untuk menjadi penolong bagi Adam. Tuhan menghendaki kita saling menolong, tidak mungkin kita akan saling menolong jika kita tidak menemukan kecocokan, justru kita akan lebih sering konflik. Kita perlu waktu yang cukup Panjang untuk menguji apa kecocokan yang ada mewakili seluruh aspek kehidupan atau hanya Sebagian. Jika kita hanya cocok saat bicara hal ringan tapi bertengkar saat bicara hal serius, artinya, kita tidak memiliki kecocokan yang utuh.

                Kecocokan juga dilihat dari apakah kita dapat menjadi diri sendiri sewaktu bersamanya, seseorang yang tampil berbeda (tidak menjadi diri sendiri) karena tidak ingin kehilangan, sesungguhnya sedang membangun sebuah kecocokan yang semu. Komunikasi dan prilaku yang jujur perlu di ekspresikan sejak awal menjalin relasi. Menjadi diri sendiri tidak berarti seenaknya dan tidak menghargai orang lain. Menjadi diri sendiri artinya tidak pura-pura untuk menyembunyikan keburukan atau perbedaan yang ada. Kecocokan juga bisa dilihat, apakah terdapat keseimbangan antara memberi dan menerima. Jangan menjadi pasangan yang satu terlalu ekstrem memberi sedangakan yang lain terlalu ekstrim menerima. Sebab yang ekstrem memberi, akan lelah memberi dan yang ekstrim menerima akan menjadi penuntut.

                Kita perlu mendengarkan konfirmasi perihal kecocokan relasi kita dari sesama orang percaya, terutama mereka yang dewasa secara rohani dan mengenal kita cukup baik,dan terutama orang tua kita sendiri. Masukan orang lain menolong kita melihat relasi dengan lebih jernih serta obyektif. Satu tanda relasi yang sehat adalah keterbukaan mendengar dan menyerap pendapat orang. Bagaimana kita meyakini bahwa seseorang yang kita gumulkan adalah kehendak Tuhan untuk kita? Salah satunya adalah mengikuti rambu-rambu yang TUHAN berikan. Tapi, kita juga tidak boleh naif dengan menganggap jika kita adalah orang percaya sudah pasti TUHAN menghendaki relasi ini. Sebelum kita memastikan apakah orang ini adalah pasangan yang Tuhan sediakan, kita di minta memikirkannya masak-masak. Kita hanya dapat memastikan bahwa ia adalah pasangan yang Tuhan sediakan, setelah kita mengujinya dengan penuh kehati-hatian. Kita diberi ruang yang cukup luas dan bebas dalam suatu pernikahan/perjodohan. Di dalam kebebasan inilah kita harus meminta dan mencari pimpinan Tuhan, melalui doa dan hikmat agar kita dapat menilai dengan tepat. Walau kita sesama orang percaya, tapi jika tidak ada kecocokan di antara kita, janganlah kita menikahinya. Kesamaan iman dan kecocokan adalah dua kriteria yang TUHAN tetapkan dan terbaik bagi kita.

Mulai Berpacaran

Dalam proses berpacaran yang sehat, kita harus melewati beberapa fase, tidak instan. Tahap pertama adalah bergaul secara luas dengan sebanyak mungkin, orang. Pada tahap awal, sebaiknya kita memulai relasi lewat persahabatan di dalam kelompok kecil terlebih dahulu, sehingga kita bisa melihat cara berfikir, sikap, kebiasaan, dan nilai-nilai hidup seseorang. Dari apa yang kita lihat, dengar, dan alami bersama, kita bisa melihat persamaan dan perbedaan dirinya dengan diri kita. Kita dapat mengenali, apakah kita cocok dan bisa penyesuaian dengannya.

                Jika ternyata dalam persahabatan kelompok, kita punya banyak kecocokan dengannya, dan perasaan kasih juga bertumbuh, sebaiknya kita menyatakannya dan mengajaknya mendoakan masa depan relasi itu. Setelah lewat masa mendoakan, jika kita semakin saling mengasihi, saling mengisi dan membangun, serta tidak ada petunjuk khusus bahwa TUHAN melarang kita bersamanya, kita bisa masuk ke tahap pacaran. Jangan kita membalik tahapan berpacaran mendahului tahapan persahabatan dan doa. Sebab ketika kita sudah berpacaran, kita cenderung memandang sebelah mata dengan perbedaan yang ada. Sepanjang pacaran, kita menguji keyakinan apakah kita siap menuju pernikahan ataukah tidak. Keragu-raguan mendorong kita mengenal pasangan lebih mendalam dan mencoba menjembatani perbedaan yang ada. Bila upaya menjembatani perbedaan tidak berhasil, jangan ragu memutuskan relasi ini. Beranilah mengambil keputusan demi masa depan. Masa berpacaran adalah masa membuka mata dan telinga lebar-lebar, apakah terdapat kecocokan, apakah saling memberi dan menerima, apakah kita saling menyesuaikan diri? Hubungan yang sehat, akan menghilangkan keragu-raguan menjelang pernikahan.

Peran Orang Tua dan Sikap Anak dalam Memilih Pasangan Hidup

                Peran orang tua adalah mempersiapkan anak untuk menjadi manusia yang sehat, siap, dan matang memasuki pernikahan. Tanggung jawab orang tua untuk menanamkan kriteria pasangan yang harus anak pilih dan mengajarkan prinsip perjodohan yang benar. Kita perlu mempersiapkan agar anak bisa menerapkan nilai rohani dan akal sehat dalam hubungan asmara dengan lawan jenis, supaya tidak terjebak dalam emosi semata. Sebagai orang tua, kita harus menyadari bahwa kita tidak bisa terus mengatur kehidupan anak. Ada saatnya kita membiarkan anak untuk mengambil keputusan bagi dirinya sendiri. Setelah anak akil balig, kita memang berkewajiban memberikan masukan kedepannya, tetapi kita tidak bisa mendikte dengan siapa ia harus menikah. Kita tidak bisa memaksa kehendak pribadi kita atas dirinya.

                Kita harus menjadi guru sekaligus sahabat sepanjang proses pertumbuhannya. Melalui hubungan inilah kita memasukkan prinsip-prinsip kebenaran yang perlu di pegangnya dalam menjalani kehidupan. Kelak, ia pun ingin mendapat restu dan konfirmasi atas pilihan hidupnya. Jika anak memilih jalan yang bertentangan dengan Firman, tentu kita merasa sedih. Memang pada titik tertentu kita harus merelakan anak mengambil keputusan sendiri dan menanggung akibatnya. Kita hanya dapat mendoakan dan menunggunya untuk kembali dan bertobat. Sebab kadang ada waktu dimana hanya kenyataan dan bukan perkataan yang bisa menyadarkan anak.

                Terlalu mencampuri anak dalam urusan memilih pasangan hidup, akan mengakibatkan anak memiliki alasan untuk melemparkan kesalahan dan tanggung jawab atas pernikahannya kepada kita. Entah di jodohkan, dipaksa menikah, diminta cepat menikah karena usia yang berumur, ingin cepat memiliki cucu, dan lain-lain. Itulah sebabnya pada titik tertentu, kita harus membiarkan anak untuk membuat keputusan sendiri.

                Sebagai anak, kita harus proporsional dalam menempatkan diri. Kita harus menyediakan telinga untuk mendengar nasihat orang tua, tapi juga harus ada batasan yang jelas, sejauh mana orang tua dapat mencampuri kehidupan kita. Jadi, kita tetap menghormati orang tua tanpa mengorbankan kehidupan kita. Penyesalan tidak mengubah sebuah fakta, penyesalan hanya menyadarkan bahwa kita telah membuat kesalahan. Terlebih penting dari segalanya, carilah pasangan yang takut akan TUHAN. Pernikahan yang tunduk akan TUHAN, akan menjadi pernikahan yang diberkati TUHAN.







Minggu, 01 November 2020

BAB 4 MENCINTAI DAN BERPACARAN BY PAUL GUNADI

Meskipun cinta begitu indah, mencintai tidak semudah dan selurus yang kita bayangkan, ada banyak pelajaran yang perlu kita ketahui agar kita memahaminya dengan tepat, dan menerapkannya dengan benar dalam proses pemilihan pasangan hidup.


Sebenarnya, bagaimana tahapan mencintai itu?

1. Pada awalnya kita memulai dengan menyukai seseorang, baik karena ciri jasmaniah ataupun karakteristiknya.

2. Perasaan suka yang timbul, diikuti ketertarikan/keinginan untuk mengenalnya lebih dalam.

3.  Setelah mengenalnya, kita mengalami kebergantungan, dimana kehadiran satu sama lain mengisi kebutuhan masing-masing.

4. Kebergantungan menimbulkan keintiman (kedekatan emosional).

5. Keintiman membawa pada puncak penyatuan (pernikahan).

Mari kita ulas tahapan-tahapan di atas.

RASA SUKA

                Pernahkah kamu bertanya, kenapa kita menyukai dia dan bukan yang lain? Sebenarnya, kita tidak serta-merta menyukai seseorang tanpa alasan. Sebenarnya di dalam otak kita terdapat cetak biru/gambaran seperti apa orang yang kita sukai. Ketika kita menemukan orang yang sesuai dengan cetak biru itulah perasaan dan jantung kita tergugah. Lalu, apa saja sih yang mempengaruhi cetak biru kita? Pertama, cetak biru kita dipengaruhi oleh orang-orang penting di kehidupan kita di masa lampau, khususnya orang tua. Jika relasi kita dengan orang tua lawan jenis baik-baik saja, maka kita akan memilih pasangan hidup yang mirip orang tua kita.

                Kedua, cetak biru kita juga dipengaruhi oleh apa yang kita lihat, baca, dan dengar. Contoh, suami yang baik adalah suami yang mengasihi istrinya, memperhatikan anak-anaknya, bertanggung jawab atas kebutuhan keluarga. Maka kita menjadikan kriteria itu sebagai pemilihan pasangan hidup, dan menjauhi atau membatasi hubungan dengan orang yang tidak sesuai dengan cetak biru kita. Memang, cetak biru bersifat ideal, tetapi faktanya tidak selalu kita menemukan orang yang persis memenuhi kriteria cetak biru kita, dan kita pun akan menyeleksi, apakah orang ini memenuhi cetak biru yang paling menonjol atau yang terpenting yang kita miliki. Lazimnya setelah kita menemukan pilihan dan masuk dalam relasi, tetapi kemudian terdapat hal-hal yang tidak kita sukai, kita pun menimbang ulang, apa kita akan meneruskan relasi ini atau tidak.

KETERTARIKAN

                 Sewaktu kita tertarik, kita jadi ingin dan bersedia menghabiskan banyak waktu bersamanya. Jangan terburu-buru menganggap ini cinta. Bila ketertarikan kita diresponi secara positif oleh si dia, akan lebih banyak pertemuan-pertemuan terjadi. Sebaliknya, jika respon yang di dapat adalah negatif, maka ketertarikan perlahan memudar. Bila kita adalah kriteria idamannya maka dua cetak biru akan bertaut, hubungan akan berkembang dan kebutuhan masing-masing terpenuhi.

KEBERGANTUNGAN

                Fase ini dapat disamakan dengan berpacaran, pacaran adalah masa membangun kebergantungan. Relasi yang intens membuat kita bergantung padanya. Pada akhirnya ia menjadi bagian di hidup kita. Dia menjadi teman bicara menyenangkan, menghibur kita, memberi kita masukan, berbagi kebahagiaan. Tidak berjumpa atau tidak mendengar suaranya sehari saja membuat kita merasakan kehilangan yang besar. Dalam kehidupan kita, ada beberapa ruang, dan berlahan tapi pasti, kebergantungan membuat dia mengisi seluruh ruang dalam hidup kita. Ruang emosional, ruang kognitif, ruang rekreasi, ruang sosial, ruang rohani, dan ruang jasmaniah/seksual (ruang yang hanya boleh di isi setelah menikah).

                Setiap ruang perlu bertumbuh dengan baik, artinya kita bertambah akrab, saling mengenal, merasakan kebergantungan satu sama lain, keduanya bertumbuh bersama, bukan satu bertumbuh dan yang lain berhenti. Fase kebergantungan adalah kita menikmati bantuan dan ingin merasakan kasih sayang darinya. Hal ini bukan karena kita kurang kasih sayang, tapi karena bersamanya hati jadi penuh sukacita. Di masa berpacaran, kita perlu meneliti, apakah setiap ruang (Ruang emosional, ruang kognitif, ruang rekreasi, ruang sosial, ruang rohani) terisi dengan tepat dan penuh,  dan ruang mana yang masih perlu dikembangkan. Setelah menikah dan seiring berjalannya waktu kebergantungan seyogianya meningkat dan mendalam.

KEINTIMAN

                Kebergantungan yang terus bertumbuh akan menciptakan keintiman. Keintiman itu adalah ketika kita merasakan bahwa pasangan adalah pribadi yang paling dekat dengan kita. Ia adalah belahan jiwa dan kehadirannya segalanya bagi kita. Jadi keintiman merupakan penyatuan secara emosi, meski secara fisik, mereka belum menyatu. Jadi pahamilah bahwa keintiman bukan melulu soal seks,tapi betapa pentingnya dia ada di dalam hidup kita.

My opinion (Debora Yolanda): kalo disini aku tarik kesimpulan, keintiman itu soal betapa pentingnya dia di hidupmu dan betapa pentingnya kamu di hidupnya,  karena seks tidak selalu membuktikan soal keintiman. Sebab ada orang yang bisa melakukan seks tanpa memiliki keintiman.

PENYATUAN

                Penyatuan adalah perkembangan dari keintiman. Disini masa berpacaran di akhiri, dan masa pernikahan dimulai. Pada penyatuan ruang keintiman diperluas dan diperdalam melalui penyatuan fisik. Penyatuan meliputi keseluruhan hidup bukan hanya soal penyatuan jasmani, dan menuntut waktu serta usaha penuh. Penyatuan harus terus terjadi, sebab jika penyatuan berhenti terjadi, keretakan akan meluas. Maka dalam pernikahan, kita tidak boleh berhenti menyatu. Pada awalnya memang sukar karena kita harus melepaskan sebagian diri kita, tapi makin lama jika kita sering melakukannya, makin mudah kita menyatu.

BERPACARAN

Sebelum Berpacaran

                Ada dua definisi cinta, cinta yang didefinisikan dalam arti sempit yaitu ketertarikan yang dilandasi rasa suka. Sedangkan cinta dipandang dari sudut kematangan adalah cinta yang berkembang dari ketertarikan sampai tahap kebergantungan dan keintiman, hingga penyatuan. Cinta dalam arti sempit ini sering ditemukan pada masa remaja. Memang, masa remaja bukanlah kebutuhan akan relasi yang ekslusif dan membatasi pergaulan, yang dibutuhkan masa remaja adalah membangun relasi seluas-luasnya.

My opinion (Debora Yolanda): semoga definisi cinta ini bisa membantu kalian buat mengoreksi, bagaimana relasi yang saat ini kalian jalani, apakah cinta dalam arti sempit? Atau cinta yang matang? Apa dia sudah bersedia untuk dimiliki? Atau masih ingin bebas liar sesuka hati?

Peran Doa dalam Berpacaran

                Ketika perasaan suka mulai bertumbuh, pertama yang dilakukan adalah berdoalah mencari kehendak TUHAN. Hal ini harus disertai hati yang terbuka terhadap kemungkinan yaitu, kemungkinan perasaan ini menguat atau memudar. Bila perasaan itu menguat, kita harus mendoakannya terlebih dahulu. Selanjutnya sampaikan kepada orang tersebut soal perasaan kita, dan menanyakan, apa ia juga bersedia mendoakan kemungkinan mengembangkan relasi ini. Mungkin pada saat itu, ia tidak memiliki perasaan terhadap kita, maka kita meminta dia mempertimbangkan kemungkinannya dan mendoakannya. Tapi, jika dia tidak bersedia, terimalah dan percayalah pemeliharaan TUHAN, Ia tahu yang terbaik. Jika ia bersedia, tentukan batas waktu untuk mendoakan relasi. Dan selama masa doa, tidak perlu dengan sengaja kita memperbesar atau memperkecil perasaan yang ada.

                Mintalah kepada TUHAN untuk memperlihatkan dengan jelas, siapa orang yang kita doakan. Perhatikan sifat dan akhlaknya, bandingkan dengan diri sendiri, lihat kecocokan dan ketidak cocokan yang ada. Dalam masa doa, status relasi adalah berteman, bukan berpacaran atau terikat. Setelah masa doa usai, baru kita membicarakan kesimpulannya. Jika ternyata perasaan tidak berkembang, maka kita harus menerima dengan lapang. Bila semakin berkembang, maka hubungan dapat ditingkatkan menjadi berpacaran. Masa doa adalah masa menguji rasa suka, apakah sungguh mengasihinya atau tertarik akan penampilan belaka. Maka dalam masa doa, untuk sementara jangan melakukan pertemuan dengannya. Perpisahan akan menolong kita untuk mengetahui, apa yang membuat kita tertarik padanya.

Peran Orang Tua dalam Berpacaran

                Ada kalanya, kita tidak yakin, apakah dia orang yang Tuhan berikan untuk kita ataukah bukan. Cara untuk menjernihkan mata agar dapat melihat lebih jelas dengan meminta masukan orang yang mengenal kita atau yang mengenal orang yang kita suka. Ketidakrelaan kita melibatkan orang lain dalam penilaian relasi kita, merupakan pertanda sesungguhnya kita merasa tidak aman dengan relasi yang dijalin, seakan tengah menyembunyikan sesuatu yang buruk dari pandangan orang. Jika kita merasa aman, seyogianya kita terbuka terhadap masukan orang, terutama orang tua sendiri.

                Selambat-lambatnya kita memperkenalkan kekasih kepada orang tua, ketika kita mulai memasuki fase kebergantungan. Memang diperlukan kedewasaan menerima respon mereka. Orang tua pun memiliki “cetak biru” tentang calon menantunya kelak, sehingga sangat mungkin jika “cetak biru” anak dan orang tua berbeda. Bila ini terjadi, saatnya kita menggumulkan pilihan kita dan meminta Tuhan memperjelas kehendaknya. Kendati orang tua tidak sempurna, jangan membuang nasihatnya. Tuhan acapkali memakai orang tua untuk memandu anak mencari pasangan yang serasi. Pemberontakan kerap kali melahirkan penyesalan. Sebaliknya, jangan juga kita ekstrem dengan menaati masukan orang tua membabi-buta, saringlah masukan orang tua melalui hikmat dan kebenaran firman TUHAN. Ketika kita memilih pasangan, jangan gunakan belas kasihan dan alasan agar dia bertobat maka kita memilih pasangan. Sebab pernikahan bukan ikatan sementara, melainkan seumur hidup.

Kesimpulan

                Masa berpacaran adalah masa memastikan, apakah kita dapat menjalin serta menghabiskan sisa hidup bersamanya? Sedari berpacaran, kita sudah memiliki tujuan yang jelas bahwa ini adalah masa persiapan menuju pernikahan. Jangan kita merendahkan diri sendiri dengan mempermainkan perasaan dan hidup orang lain. Tapi, jangan kita beranggapan bahwa pacaran harus berlanjut ke pelaminan. Kita harus berani memutuskan berpisah manakala kita menemukan lebih banyak ketidakcocokan.

                Perjalanan merajut cinta memang punya banyak tantangan, dan untuk mengatasinya dibutuhkan kematangan berfikir, bersikap, dan bertindak. Ada dua kriteria utama, dalam memilih pasangan, yaitu (1) pilihlah orang yang mencintai TUHAN YESUS dengan sepenuh hati dan (2) pilihlah orang yang mencintai kita dengan sepenuh hati. Jangan kita mempermainkan perasaan cinta kita kepada orang ataupun cinta orang terhadap kita. Keluarga yang sehat berawal dari proses berpacaran yang sehat, dan berpacaran yang sehat berangkat dari proses mencintai yang sehat.