Kamis, 29 Oktober 2020

Bab 1 HIDUP TANPA PENYESALAN : MEMILIH PASANGAN HIDUP By PAUL GUNADI



Sebuah pertanyaan yang perlu Anda pahami sebelum membaca review


    Memilih pasangan hidup bukan pekara yang mudah, bahkan banyak orang mengalami penyesalan setelah mereka menikah, mengapa ya? Menurut seorang terapis keluarga di Amerika, kebanyakan orang lebih banyak menghabiskan waktu untuk persiapan mengikuti ujian SIM daripada mempersiapkan pernikahan mereka. Artinya mereka kurang waktu dalam mempersiapkan pernikahan, kenapa bisa kurang waktu? Itu karena kita tergesa-gesa dalam memutuskan untuk menikah, kita tidak melakukan banyak pertimbangan, pemikiran, dan penyesuaian. Orang yang tergesa-gesa dalam memutuskan untuk menikah, biasanya menganggap enteng sebuah perceraian, padahal kita menikah bukan untuk bercerai, benar? Kita lupa bahwa pernikahan itu di dirikan diatas pengenalan yang mendalam. Pengenalan sangatlah penting, sebab melalui pengenalan, kita bisa melihat, apakah kita bisa melakukan penyesuaian diri dengan dia, serta menilai apakah kita mau dan bisa menikah dengan dia? Mau dan bisa artinya apakah setelah menikah, kita siap dan sanggup menjadi orang yang diinginkan pasangan kita? Pernikahan adalah sebuah perhitungan, bukan menghitung hartanya dan manfaatnya tetapi menghitung, apakah orang tersebut bisa hidup bersama kita, dan apakah kita sanggup hidup bersama dia?

‘Jadi janji suci pernikahan yang berbunyi “saya bersedia menerima....” memiliki kandungan makna yang sangat banyak, salah satunya adalah hal diatas.

My Opinion (Debora Y...): Jujur saja temen-temen, saat aku menuliskan rangkuman diatas, ini merupakan hal baru bagiku. Selama ini ketika pacaran, aku belum berfikir sampai hal diatas, aku baru berfikir, kalo kita saling mencintai, kenapa kita berpisah? Kenapa kita gak bertahan saja? Entah apakah aku lupa memikirkan hal diatas atau aku tidak tahu dan baru tahu sekarang. Dan apakah kalian juga baru terpikirkan setelah baca ringkasanku? Tapi itu baru setengah dari bab 1, masih ada lagi sisanya, ayo lanjut...

                Ketika kita jatuh cinta dan calon pasangan kita juga mencintai kita, dan memutuskan untuk hidup bersama, maka cinta yang kita miliki harus di uji lewat perkenalan dan waktu. Jangan berfikir bahwa ketika kamu menatap dia dan dia menatapmu, jantung kalian sama-sama berdetak kencang, itu adalah “KEHENDAK TUHAN” . Tuhan menuntun kita, Ia membawa kita bertemu pasangan kita, tapi ingat, Ia pun mau kita melakukan bagian kita, yaitu memastikan calon pasangan tersebut. Masih ingat dengan roll model pernikahan pertama di bumi? Yaitu Adam dan Hawa? Tuhan tidak serta merta langsung membawa Adam untuk bertemu Hawa, pertama-tama Tuhan menyuruh Adam bekerja (memberi nama hewan), walaupun di dalam hati-Nya, Tuhan sudah punya rencana untuk menciptakan pasangan untuk Adam. Dalam melakukan pekerjaannya itu, Adam juga sembari mencari pasangannya, Kejadian 2: 20 ditulis “.......tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia” ayat ini menunjukkan Adam telah melakukan pemastian dalam pemilihan calon pasangan, dan didapati bahwa binatang-binatang yang ia beri nama itu tidak sepadan dengan dia, barulah setelah itu dia bertemu Hawa. Jadi memilih calon pasangan hidup tidaklah dengan beriman yang artinya “di imani saja bahwa kita berjodoh” . Tuhan tidak menyuruh kita menukarkan akal sehat dengan iman semacam itu. Jadi dalam pernikahan, Tuhan juga mengajak kita melihat realita. Kita harus melewati masa perkenalan dan penyesuaian. Keharmonisan adalah buah dari kerja keras menyesuaikan diri bukan hasil doa semata. Kedua belah pikah perlu berdoa, sepakat untuk sama-sama mencari kehendak TUHAN, apa memang semua ini kehendak Tuhan, sambil menjalani proses alamiah; pendekatan, pengenalan, dan penyesuaian diri.

                Kesalahan ketiga dalam memilih pasangan adalah motto “asal kita saling mencintai, segala masalah pasti bisa diselesaikan”. Nyatanya dalam sebuah pernikahan, badai persoalan tidaklah sederhana dan tidak begitu saja selesai dengan sendirinya, perlu adanya usaha dari kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah tersebut. Masalah timbul salah satunya untuk melihat, seberapa kalian dapat bertanggung jawab dan bekerja sama menyelesaikan masalah yang sedang kalian hadapi. Masalah yang paling umum tetapi krusial yang dialami kebanyakan rumah tangga adalah masalah ekonomi. Di Amerika Serikat, penyebab pertama orang bercerai adalah karena masalah ekonomi, bukan perselingkuhan.

My Opinion (Debora Y....): Seringkali orang memberikan nasihat ke aku “Jangan tunggu kaya, baru menikah, Tuhan pasti beri jalan, Tuhan pasti kirim berkat” , aku sih gak sepenuhnya membenarkan hal itu, tapi aku juga tidak menganggap bahwa pernyataan itu salah. Yang ingin aku tekankan di sini adalah, Tuhan pasti kirim berkat, apalagi jika pernikahan kita benar di mata-Nya, tapi bagaimana berkat itu bisa sampai ke rumah tangga kita, tentu ada usaha yang harus kita lakukan, yaitu berfikir kreatif, berhikmat dalam mengatur uang. Ada tanggung jawab dan usaha dari suami istri, bagaimana mendapatkan rejeki dan bagaimana mengatur rejeki yang di dapat itu, agar bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga. Ketika suami atau istri tidak memahami hal ini, maka sudah dapat dipastikan ada kekacauan ekonomi dalam rumah tangga.

    Dalam menikah, kita harus mengakui adanya perbedaan,karena memang kita berbeda, laki-laki dan perempuan, tentu ada hal-hal berbeda yang harus disesuaikan. Sebab jika perbedaan itu tidak diakui, diselesaikan, dan disesuaikan, perdebatan akan terus terjadi. Pernahkah kamu mengalami dimana kamu dan calon pasanganmu terjadi selisih paham atas hubungan kalian? Contohnya: kamu adalah orang yang kurang suka dengan laki-laki yang suka berpose dengan teman-teman perempuannya, dengan pose dimana laki-laki tersebut seakan-akan sedang dikerumuni dan diidolakan oleh para perempuan. Karena tidak tahu dengan hal yang tidak kamu sukai ini, pacarmu melakukannya, dan kamu pun menegurnya dengan halus dengan maksud agar pacarmu mengerti dan tidak melakukannya lagi, tetapi saat kamu tegor, alih-alih melakukan penyesuaian dengan kamu, dia justru mengalihkanmu ke hal yang lain, kesepakatan diantara kalian pun tidak terjadi dan masalah kalian mengambang. Bila sudah begini, bisa dipastikan, jika di kemudian hari hal ini terulang, kalian akan berdebat lagi.

Fondasi yang lain dalam sebuah pernikahan adalah cinta yang murni (tidak ada yang disembunyikan, tulus) dan rasa percaya. Jangan menikahi pasangan denga ketidak jujuran, yang dimaksud ketidak jujuran di sini bukan saja soal apakah Anda pernah melakukan dosa seks di masa lalu, tetapi apa motivasi Anda dalam menikahi dia? Jangan menikah karena ingin memiliki status sudah menikah, ingin memiliki hartanya, membutuhkan perlindungan, menaikkan derajat sosial dan sebagainya. Semua itu bukan fondasi yang kuat dalam pernikahan, jika kalian melakukan pernikahan karena motivasi yang salah, maka pasanganmu akan merasa tertipu, diperdaya, dia akan menyimpan kemarahan, dia tidak lagi bisa menyerahkan hidupnya sepenuhnya kepada kita.

Nasihat dalam memilih pasangan hidup

    Nasihat peratama dalam memilih pasangan hidup adalah kita harus berdoa. Meskipun kita sudah melakukan perhitungan dengan baik, tetapi kita tidak boleh terlalu percaya diri dengan perhitungan yang kita lakukan. Kita harus meminta hikmat dari Tuhan, supaya kita dapat melihat dengan jelas. Ada banyak hal yang harus kita lihat dengan jelas di masa perkenalan. Kita harus berdoa dan meminta hikmat Tuhan sebelum kita memilih untuk menikahi seseorang. Ingatlah bahwa kebaikan akan bertahan selamanya, sementara dia yang memilihmu hanya karena rasa tertarik hanya akan bertahan sesaat saja. Sebenarnya, Apa Arti dari DOA? Berdoa artinya menunggu dan melihat dulu, apakah Tuhan membuka jalan, apakah Tuhan memberikan konfirmasi atau tidak, benar-benar mempunyai hati untuk siap menunggu, melihat kehendak-Nya dan barulah memastikan. Hikmat artinya membawa kita kepada hidup seturut kehendak Tuhan.

Nasihat kedua adalah memilih orang yang sesuai kriteria TUHAN, yaitu seiman. Sebab sewaktu kita taat kepada kehendak Tuhan, kita sedang menghormati dan mengutamakan-Nya. Tuhan memberkati anak-anak yang mengutamakan Dia. Seiman memiliki arti hidup di dalam Tuhan, tidak lagi mementingkan diri, egonya berkurang, bersedia mendengarkan, bersedia berubah, mengikuti jalan yang Tuhan tunjukkan.

My opinion (Debora Y...): ketia aku membaca nasihat ini, aku jadi teringat sebuah perkataan sepasang kekasih “ya kamu harus ngertiin aku donk, kamu harus terima semua tentang aku kalo kamu tulus cinta aku” , kelihatannya kata-kata ini sedang mengajarkan agar kita tulus menerima pasangan kita, tapi setelah ku baca nasihat yang kedua tadi, Justru main set ku berubah. Ucapan itu justru terkesan yang mengucapkannya adalah seorang yang egois, dia tidak bersedia untuk berubah. Lalu jika demikian, akankah dia mau berubah mengikuti jalan yang Tuhan tunjukkan?

Nasihat ketiga adalah berbicara kesiapan diri untuk menikah, dalam hal ini dibahas tentang phsikis. Apakah kita mau menjadikan dia sebagai orang tua anak kita? Artinya apakah dia siap untuk merawat anak bersama kita? Jika dia perempuan, siapkah dia mengalami perubahan secara fisik, mengalami kesakitan yang luar biasa karena harus melahirkan anak kita? Jika dia laki-laki, siapkah dia untuk mendengarkan keluhan dari istrinya ketika istri mengalami kesakitan karena kehamilan, dan mencoba membantu meringankan beban istri dengan semua yang bisa dia lakukan? Maukah dia bersama kita mengurus dan membesarkan anak? Menjadi ayah atau ibu artinya memiliki kesiapan untuk mengalah, mengesampingkan kepentingan pribadi dan mementingkan kepentingan anak dan keluarga kecil yang dibentuk.

My Opinion (Debora Y...): kadang kala, ketika aku melihat pasangan muda yang bertengkar karena suami atau istri main keluar rumah seharian, aku ini jadi berfikir, apakah para suami atau istri diluar sana, tidak berfikir bahwa saat mereka menikah mereka harus siap mengalah, mengalah bukan karena istri suka mengekang atau suami suka mengekang, tapi mengalah karena ada tanggung jawab baru yang sudah menanti, dan jika tidak dilakukan bisa menimbulkan kekacauan baru. Menikah artinya siap untuk tidak hidup sesuka hati sendiri, melainkan menikmati hidup dengan menjalankan kewajiban yang di miliki.

    Kesiapan untuk menikah juga bicara soal, apakah pasangan kita bisa menjadi anak bagi orang tua kita? Apakah kita bisa menjadi anak bagi orang tuanya? Masalah ini cukup rumit, krusial, dan sulit. Kenapa? Wajar saja ini jadi sulit, sebab kita dan orang tua dia, bertemu disaat kita sudah dewasa, dan posisi kita adalah akan mengambil anaknya. Dimana kita tidak pernah ikut membesarkan anaknya, tidak ikut mendidik anaknya, tidak ikut membiayai dia, tapi tiba-tiba kita mengambilnya dari orang tuanya. Tentu orang tua bertanya-tanya dalam hati, sanggupkah kita mendampingi anaknya? Apakah anaknya akan berbahagia bersama kita? Apakah kita tidak akan membuat anaknya menjadi durhaka dan melupakannya? Dilain pihak, calon mertua juga kebingungan dalam menghadapi kita, mereka tidak tahu seperti apa karakter kita, tempramen kita, dan bagaimana mereka dan kita bisa berbaur menjadi sebuah keluarga. Jika masa penyesuaian ini bisa dilalui dengan baik dan kedua keluarga baik orang tua kita maupun calon mertua kita bisa melakukan penyesuaian, maka pernikahan kita akan menjadi lebih mudah, sebab mendapatkan dukungan dari dua belah pihak. Tetapi jika masalah ini tidak mendapat penyesuaian dengan baik, maka hal ini akan menjadi masalah tersendiri yang akan timbul tenggelam dalam pernikahan kita.

Yang terakhir adalah apakah kita siap dan dapat menjadikan dia sebagai orang yang paling penting dalam hidup kita? Ingat, pernikahan menuntut kita mengutamakan pasangan di atas orang lain. Pernikahan menuntut komitmen, eksklusif bahwa pasangan kita diperlakukan istimewa dibandingkan orang lain. Pernikahan menuntut penyerahan hidup secara total. Hal ini hanya bisa dilakukan jika kita mengasihi dan menghormati dia. Nasihat ini sekaligus sedang memberikan pertanyaan kepada kita, apakah dia dapat menjadikan kita sebagai orang yang paling penting dalam hidupnya? Harus ada komitmen bersama, sebab hubungan ini akan menjadi relasi yang paling penting dan intim.

My Opinion (Debora Y...): aku jadi teringat sebuah komentar dari temanku saat dia berdebat dengan pacarnya, “Kalo aku kamu perlakuin sama kayak temen-temen kerjamu, apa bedanya aku sama mereka? Terus kenapa kita pacaran” dulu ku pikir pernyataan temenku ini agak lebay, tapi kini harus ku akui bahwa nalurinya adalah benar. Pernikahan itu menuntut kita untuk menghargai hubungan yang eksklusif dengan pasangan kita. Jika kita tidak berikan label eksklusif itu kepada pasangan kita, jangan heran bila dalam pernikahan timbul perdebatan, rasa tidak percaya, bahkan rasa tidak dicintai oleh pasangan



0 komentar:

Posting Komentar