![]() |
Sebuah pertanyaan yang perlu Anda pahami sebelum membaca review |
Memilih pasangan hidup bukan
pekara yang mudah, bahkan banyak orang mengalami penyesalan setelah mereka
menikah, mengapa ya? Menurut seorang terapis keluarga di Amerika, kebanyakan
orang lebih banyak menghabiskan waktu untuk persiapan mengikuti ujian SIM daripada
mempersiapkan pernikahan mereka. Artinya mereka kurang waktu dalam
mempersiapkan pernikahan, kenapa bisa kurang waktu? Itu karena kita
tergesa-gesa dalam memutuskan untuk menikah, kita tidak melakukan banyak
pertimbangan, pemikiran, dan penyesuaian. Orang yang tergesa-gesa dalam
memutuskan untuk menikah, biasanya menganggap enteng sebuah perceraian, padahal
kita menikah bukan untuk bercerai, benar? Kita lupa bahwa pernikahan itu di
dirikan diatas pengenalan yang mendalam. Pengenalan
sangatlah penting, sebab melalui
pengenalan, kita bisa melihat, apakah kita bisa melakukan
penyesuaian diri dengan dia, serta menilai
apakah kita mau dan bisa menikah dengan dia? Mau dan bisa artinya apakah setelah menikah, kita siap dan
sanggup menjadi orang yang diinginkan pasangan kita? Pernikahan adalah
sebuah perhitungan, bukan menghitung hartanya dan manfaatnya tetapi menghitung,
apakah orang tersebut bisa hidup bersama
kita, dan apakah kita sanggup hidup bersama dia?
‘Jadi janji suci pernikahan yang berbunyi “saya bersedia menerima....”
memiliki kandungan makna yang sangat banyak, salah satunya adalah hal diatas.
My Opinion (Debora Y...): Jujur
saja temen-temen, saat aku menuliskan rangkuman diatas, ini merupakan hal baru
bagiku. Selama ini ketika pacaran, aku belum berfikir sampai hal diatas, aku
baru berfikir, kalo kita saling mencintai, kenapa kita berpisah? Kenapa kita
gak bertahan saja? Entah apakah aku lupa memikirkan hal diatas atau aku tidak
tahu dan baru tahu sekarang. Dan apakah kalian juga baru terpikirkan setelah
baca ringkasanku? Tapi itu baru setengah dari bab 1, masih ada lagi sisanya,
ayo lanjut...
Ketika
kita jatuh cinta dan calon pasangan kita juga mencintai kita, dan memutuskan
untuk hidup bersama, maka cinta yang
kita miliki harus di uji lewat perkenalan
dan waktu. Jangan berfikir bahwa ketika kamu menatap dia dan dia menatapmu,
jantung kalian sama-sama berdetak kencang, itu adalah “KEHENDAK TUHAN” .
Tuhan menuntun kita, Ia membawa kita
bertemu pasangan kita, tapi ingat, Ia
pun mau kita melakukan bagian kita, yaitu memastikan calon pasangan tersebut. Masih ingat dengan roll model
pernikahan pertama di bumi? Yaitu Adam dan Hawa? Tuhan tidak serta merta
langsung membawa Adam untuk bertemu Hawa, pertama-tama Tuhan menyuruh Adam
bekerja (memberi nama hewan), walaupun di dalam hati-Nya, Tuhan sudah punya
rencana untuk menciptakan pasangan untuk Adam. Dalam melakukan pekerjaannya
itu, Adam juga sembari mencari pasangannya, Kejadian 2: 20 ditulis
“.......tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan
dia” ayat ini menunjukkan Adam telah melakukan pemastian dalam pemilihan calon
pasangan, dan didapati bahwa binatang-binatang yang ia beri nama itu tidak
sepadan dengan dia, barulah setelah itu dia bertemu Hawa. Jadi memilih calon
pasangan hidup tidaklah dengan beriman yang artinya “di imani saja bahwa
kita berjodoh” . Tuhan tidak menyuruh kita menukarkan akal sehat dengan
iman semacam itu. Jadi dalam pernikahan, Tuhan
juga mengajak kita melihat realita.
Kita harus melewati masa perkenalan dan penyesuaian. Keharmonisan adalah buah dari kerja keras menyesuaikan diri bukan hasil
doa semata. Kedua belah pikah perlu berdoa, sepakat untuk sama-sama mencari
kehendak TUHAN, apa memang semua ini kehendak Tuhan, sambil menjalani proses
alamiah; pendekatan, pengenalan, dan penyesuaian diri.
Kesalahan
ketiga dalam memilih pasangan adalah motto “asal kita saling mencintai,
segala masalah pasti bisa diselesaikan”. Nyatanya dalam sebuah pernikahan,
badai persoalan tidaklah sederhana dan tidak begitu saja selesai dengan
sendirinya, perlu adanya usaha dari kedua belah pihak untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Masalah timbul salah satunya untuk melihat, seberapa kalian
dapat bertanggung jawab dan bekerja sama menyelesaikan masalah yang sedang
kalian hadapi. Masalah yang paling umum tetapi krusial yang dialami kebanyakan
rumah tangga adalah masalah ekonomi. Di Amerika Serikat, penyebab pertama orang
bercerai adalah karena masalah ekonomi, bukan perselingkuhan.
My Opinion (Debora Y....):
Seringkali orang memberikan nasihat ke aku “Jangan tunggu kaya, baru menikah,
Tuhan pasti beri jalan, Tuhan pasti kirim berkat” , aku sih gak sepenuhnya
membenarkan hal itu, tapi aku juga tidak menganggap bahwa pernyataan itu salah.
Yang ingin aku tekankan di sini adalah, Tuhan pasti kirim berkat, apalagi jika
pernikahan kita benar di mata-Nya, tapi bagaimana berkat itu bisa sampai ke
rumah tangga kita, tentu ada usaha yang harus kita lakukan, yaitu berfikir
kreatif, berhikmat dalam mengatur uang. Ada tanggung jawab dan usaha dari suami
istri, bagaimana mendapatkan rejeki dan bagaimana mengatur rejeki yang di dapat
itu, agar bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga. Ketika suami atau istri tidak
memahami hal ini, maka sudah dapat dipastikan ada kekacauan ekonomi dalam rumah
tangga.
Dalam menikah, kita harus
mengakui adanya perbedaan,karena memang kita berbeda, laki-laki dan perempuan,
tentu ada hal-hal berbeda yang harus disesuaikan. Sebab jika perbedaan itu
tidak diakui, diselesaikan, dan disesuaikan, perdebatan akan terus terjadi.
Pernahkah kamu mengalami dimana kamu dan calon pasanganmu terjadi selisih paham
atas hubungan kalian? Contohnya: kamu adalah orang yang kurang suka dengan
laki-laki yang suka berpose dengan teman-teman perempuannya, dengan pose dimana
laki-laki tersebut seakan-akan sedang dikerumuni dan diidolakan oleh para
perempuan. Karena tidak tahu dengan hal yang tidak kamu sukai ini, pacarmu
melakukannya, dan kamu pun menegurnya dengan halus dengan maksud agar pacarmu
mengerti dan tidak melakukannya lagi, tetapi saat kamu tegor, alih-alih
melakukan penyesuaian dengan kamu, dia justru mengalihkanmu ke hal yang lain,
kesepakatan diantara kalian pun tidak terjadi dan masalah kalian mengambang.
Bila sudah begini, bisa dipastikan, jika di kemudian hari hal ini terulang, kalian
akan berdebat lagi.
Fondasi yang lain dalam sebuah
pernikahan adalah cinta yang murni (tidak ada yang disembunyikan, tulus) dan
rasa percaya. Jangan menikahi pasangan denga ketidak jujuran, yang dimaksud
ketidak jujuran di sini bukan saja soal apakah Anda pernah melakukan dosa seks
di masa lalu, tetapi apa motivasi Anda dalam menikahi dia? Jangan menikah
karena ingin memiliki status sudah menikah, ingin memiliki hartanya,
membutuhkan perlindungan, menaikkan derajat sosial dan sebagainya. Semua itu bukan
fondasi yang kuat dalam pernikahan, jika kalian melakukan pernikahan karena
motivasi yang salah, maka pasanganmu akan merasa tertipu, diperdaya, dia akan
menyimpan kemarahan, dia tidak lagi bisa menyerahkan hidupnya sepenuhnya kepada
kita.
Nasihat dalam memilih pasangan
hidup
Nasihat peratama dalam memilih
pasangan hidup adalah kita harus berdoa. Meskipun kita sudah melakukan
perhitungan dengan baik, tetapi kita tidak boleh terlalu percaya diri dengan
perhitungan yang kita lakukan. Kita harus meminta hikmat dari Tuhan, supaya
kita dapat melihat dengan jelas. Ada banyak hal yang harus kita lihat dengan
jelas di masa perkenalan. Kita harus berdoa dan meminta hikmat Tuhan sebelum
kita memilih untuk menikahi seseorang. Ingatlah bahwa kebaikan akan bertahan selamanya,
sementara dia yang memilihmu hanya karena rasa tertarik hanya akan bertahan
sesaat saja. Sebenarnya, Apa Arti dari DOA? Berdoa artinya menunggu dan melihat
dulu, apakah Tuhan membuka jalan, apakah Tuhan memberikan konfirmasi atau
tidak, benar-benar mempunyai hati untuk siap menunggu, melihat kehendak-Nya dan
barulah memastikan. Hikmat artinya membawa kita kepada hidup seturut kehendak
Tuhan.
Nasihat kedua adalah memilih
orang yang sesuai kriteria TUHAN, yaitu seiman. Sebab sewaktu kita taat kepada
kehendak Tuhan, kita sedang menghormati dan mengutamakan-Nya. Tuhan memberkati
anak-anak yang mengutamakan Dia. Seiman
memiliki arti hidup di dalam Tuhan, tidak lagi mementingkan diri, egonya
berkurang, bersedia mendengarkan, bersedia berubah, mengikuti jalan yang Tuhan
tunjukkan.
My opinion (Debora Y...): ketia
aku membaca nasihat ini, aku jadi teringat sebuah perkataan sepasang kekasih
“ya kamu harus ngertiin aku donk, kamu harus terima semua tentang aku kalo kamu
tulus cinta aku” , kelihatannya kata-kata ini sedang mengajarkan agar kita
tulus menerima pasangan kita, tapi setelah ku baca nasihat yang kedua tadi,
Justru main set ku berubah. Ucapan itu justru terkesan yang mengucapkannya
adalah seorang yang egois, dia tidak bersedia untuk berubah. Lalu jika demikian,
akankah dia mau berubah mengikuti jalan yang Tuhan tunjukkan?
Nasihat ketiga adalah berbicara kesiapan diri untuk menikah, dalam hal
ini dibahas tentang phsikis. Apakah kita mau menjadikan dia sebagai orang tua
anak kita? Artinya apakah dia siap untuk merawat anak bersama kita? Jika dia
perempuan, siapkah dia mengalami perubahan secara fisik, mengalami kesakitan
yang luar biasa karena harus melahirkan anak kita? Jika dia laki-laki, siapkah
dia untuk mendengarkan keluhan dari istrinya ketika istri mengalami kesakitan
karena kehamilan, dan mencoba membantu meringankan beban istri dengan semua
yang bisa dia lakukan? Maukah dia bersama kita mengurus dan membesarkan anak?
Menjadi ayah atau ibu artinya memiliki kesiapan
untuk mengalah, mengesampingkan kepentingan pribadi dan mementingkan
kepentingan anak dan keluarga kecil yang dibentuk.
My Opinion (Debora Y...): kadang
kala, ketika aku melihat pasangan muda yang bertengkar karena suami atau istri
main keluar rumah seharian, aku ini jadi berfikir, apakah para suami atau istri
diluar sana, tidak berfikir bahwa saat mereka menikah mereka harus siap
mengalah, mengalah bukan karena istri suka mengekang atau suami suka mengekang,
tapi mengalah karena ada tanggung jawab baru yang sudah menanti, dan jika tidak
dilakukan bisa menimbulkan kekacauan baru. Menikah
artinya siap untuk tidak hidup sesuka hati sendiri, melainkan menikmati hidup
dengan menjalankan kewajiban yang di miliki.
Kesiapan untuk menikah juga
bicara soal, apakah pasangan kita bisa menjadi anak bagi orang tua kita? Apakah
kita bisa menjadi anak bagi orang tuanya? Masalah ini cukup rumit, krusial, dan
sulit. Kenapa? Wajar saja ini jadi sulit, sebab kita dan orang tua dia, bertemu
disaat kita sudah dewasa, dan posisi kita adalah akan mengambil anaknya. Dimana
kita tidak pernah ikut membesarkan anaknya, tidak ikut mendidik anaknya, tidak
ikut membiayai dia, tapi tiba-tiba kita mengambilnya dari orang tuanya. Tentu
orang tua bertanya-tanya dalam hati, sanggupkah kita mendampingi anaknya?
Apakah anaknya akan berbahagia bersama kita? Apakah kita tidak akan membuat
anaknya menjadi durhaka dan melupakannya? Dilain pihak, calon mertua juga
kebingungan dalam menghadapi kita, mereka tidak tahu seperti apa karakter kita,
tempramen kita, dan bagaimana mereka dan kita bisa berbaur menjadi sebuah
keluarga. Jika masa penyesuaian ini bisa dilalui dengan baik dan kedua keluarga
baik orang tua kita maupun calon mertua kita bisa melakukan penyesuaian, maka
pernikahan kita akan menjadi lebih mudah, sebab mendapatkan dukungan dari dua
belah pihak. Tetapi jika masalah ini tidak mendapat penyesuaian dengan baik,
maka hal ini akan menjadi masalah tersendiri yang akan timbul tenggelam dalam
pernikahan kita.
Yang terakhir adalah apakah kita
siap dan dapat menjadikan dia sebagai orang yang paling penting dalam hidup
kita? Ingat, pernikahan menuntut kita
mengutamakan pasangan di atas orang lain. Pernikahan menuntut komitmen, eksklusif bahwa pasangan kita diperlakukan istimewa
dibandingkan orang lain. Pernikahan menuntut penyerahan hidup secara total. Hal ini hanya bisa dilakukan jika
kita mengasihi dan menghormati dia. Nasihat ini sekaligus sedang memberikan
pertanyaan kepada kita, apakah dia dapat
menjadikan kita sebagai orang yang paling penting dalam hidupnya? Harus ada
komitmen bersama, sebab hubungan ini akan menjadi relasi yang paling penting
dan intim.
My Opinion (Debora Y...): aku
jadi teringat sebuah komentar dari temanku saat dia berdebat dengan pacarnya,
“Kalo aku kamu perlakuin sama kayak temen-temen kerjamu, apa bedanya aku sama
mereka? Terus kenapa kita pacaran” dulu ku pikir pernyataan temenku ini agak
lebay, tapi kini harus ku akui bahwa nalurinya adalah benar. Pernikahan itu
menuntut kita untuk menghargai hubungan yang eksklusif dengan pasangan kita.
Jika kita tidak berikan label eksklusif itu kepada pasangan kita, jangan heran
bila dalam pernikahan timbul perdebatan, rasa tidak percaya, bahkan rasa tidak
dicintai oleh pasangan
0 komentar:
Posting Komentar