Sabtu, 31 Oktober 2020

BAB 3 JIKA SAYA MENIKAH NANTI BY PAUL GUNADI

 Mari kita berandai-andai, seandainya kita menikah nanti, orang seperti apa yang akan kita pilih? Sebelum membaca review, yuk biasakan membaca klu-nya pada pertanyaan di gambar ini.


Pada dasarnya Tuhan memimpin kita melewati proses penggunaan akal sehat, pertimbangan, dan hikmat dalam melihat, apakah kita cocok atau tidak dengan orang yang kita kasihi itu.

Mari kita berandai-andai, kalo nanti kita menikah, sebenarnya sosok seperti apa yang ingin kita jadikan sebagai pendamping hidup kita. Setidaknya ada 6 hal yang bisa kita kritisi.

                Pertama, jika saya menikah nanti, saya akan menikah dengan orang yang bisa saya hormati. Pilihlah orang yang kita kagumi dan semakin kita kagumi setelah mengenalnya, pilihlah yang karena sifatnya yang baik itu tidak kita temukan pada orang lain. Sosok yang mengagumkan itu tidak hanya baik atau berprinsip di awal saja, tetapi kebaikan dan prinsip itu dia jalankan secara konsisten dalam kehidupannya.

In my opinion : ini banyak aku temui di relasi orang-orang terdekatku. Awalnya sopan, baik, rohani banget, ingetin doa, ibadah. Tapi lama kelamaan gak konsisten seperti di awal yang sikapnya sopan dan baik, justru lama-lama kita merasa dia munafik. Nah di sini artinya, kita sudah gak memiliki rasa kagum lagi sama pasangan, sebaliknya yang ada hanyalah rasa jengkel dan ingin mengumpat terhadap pasangan. Kita justru menyepelekan dia.

                Kedua, jika saya menikah nanti, saya akan menikah dengan orang yang dapat saya percayai. Pilihlah orang yang jujur, yang dapat terbuka dengan kita, sehingga kita tidak perlu menebak-nebak, apa yang sebenarnya dia lakukan atau dia rencanakan. Kita akan mengetahui apakah dia dapat kita percayai atau tidak, dengan berjalannya waktu. Jadi ambillah waktu yang lebih panjang, agar kita dapat mengenalnya. Jangan menikah dengan orang yang baru kita kenal 3 hari atau 3 bulan.

                Ketiga, jika saya menikah nanti, saya akan menikah dengan orang yang layak saya kasihi. Pilihlah orang yang bukan hanya kata orang, dia baik, tapi pilihlah orang yang bisa menyenangkan hati kita, bisa menjaga hati kita, sehingga kita pun semakin sayang dengan dia, kita punya rasa untuk kembali menghujani dia dengan kasih sayang dan hal-hal yang indah. Jangan memilih orang yang menimbulkan rasa sakit hati, karena bukannya kita terpancing untuk menghujani dia dengan kasih, justru yang timbul adalah kebencian di hati kita, rasa tidak percaya, dan tidak hormat kepadanya. Untuk bisa merasakan kasih, kita sendiri juga harus bisa di hormati, dipercaya, dan mengasihi pasangan kita juga. Jadi disini ada simbiosis mutualisme, dimakan kita tidak hanya menuntut tapi kita sendiri juga dituntut hal yang sama.

                Keempat, jika saya menikah nanti, saya akan menikah dengan orang yang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan alias fleksibel.  Modal dalam pernikahan, diantaranya tidak hanya harta tapi juga kedewasaan. Pertama, dia bisa mengerti kita, memahami alam pikiran kita, dan bisa memahami perasaan kita. Modal kedua, orang ini bersedia mengubah dirinya untuk menyesuaikan diri dengan keberadaan kita. Kalau seseorang tidak mau berubah dan sangat kaku serta berkata “Kamu mau terima saya atau tidak terserah kamu, saya orangnya seperti ini, kalo tidak mau ya sudah saya pilih orang lain” atau “Kalo kamu mau sama saya, ya kamu harus terima segalanya soal saya, jangan menuntut”, ini merupakan tanda bahwa orang tersebut sulit menyesuaikan diri dengan kita. Pernikahan menuntut orang bersedia menyesuaikan diri, sepanjang hidup kita saat belum menikah, kita sudah dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi yang berbeda-beda, apa lagi ketika kita menikah. Jika penyesuaian diri tidak bisa dilakukan, masalah tentu akan masuk kedalam rumah tangga kita. Dia juga harus siap-siap menyesuaikan diri bahwa dia tidak lagi seperti waktu sebelum menikah.

In my opinion : aku perlu garis bawahi soal menyesuaikan diri, karena ini itu penting banget. Saat menikah, kita harus menyesuaikan diri dengan keuangan kita. Uang yang dulu bisa kita pakai dengan sekehendak hati sendiri, sekarang sudah tidak bisa lagi, karena kini kita punya tanggung jawab yaitu pasangan dan bahkan anak, jika kita sudah punya anak nanti. Kemudian juga cara kita bersosialisasi, dulu saat belum menikah, kita bisa hang out semau kita, dan selama mungkin, tapi saat menikah, semua itu sudah ada batasnya, kita tidak bisa lagi bertindak sesuka hati. Sebab ada tanggung jawab rumah tangga yang sudah menanti kita, seperti menjaga anak, mencari nafkah, dll.

                Kelima, jika saya menikah nanti, saya akan menikah dengan orang yang telah siap mengakhiri hidup lajang. Siap mengakhiri masa lajang, artinya dia siap dimiliki seseorang. Pernikahan merupakan relasi ekslusif. Alkitab mengatakan kepada suami bahwa tubuhmu bukan milikmu lagi, melainkan milik istrimu, dan kepada istri bahwa tubuhmu bukan milikmu lagi tetapi milik suamimu. Jadi disini jelas bahwa pernikahan memang membuat kita terikat, sebab ketika kita tidak bersedia dimiliki pasangan kita, melakukan penyesuaian, menjadi apa yang pasangan kita inginkan, kita akan mengalami kesulitan dalam pernikahan.

                Keenam, jika saya menikah nanti, saya akan menikah dengan orang yang telah siap berkeluarga, menjadi seorang ayah atau ibu, dan siap membagi hidup dengan pasangan dan anak-anak. Berbagi hidup artinya, adakalanya apa yang ingin dia lakukan itu tidak sepenuhnya bisa dia lakukan. Contoh, seorang ayah menolak mengantarkan anak les, karena dia sedang asik menonton pertandingan bola dari PSB kesukaannya. << ini merupakan tanda bahwa orang itu tidak siap membagi hidup.




Jumat, 30 Oktober 2020

Bab 2: Mengapa Kita Memilih Dia? by Paul Gunadi

Jika kemarin kita telah membaca opening dari buku Hidup Tanpa Penyesalan: Memilih Pasangan Hidup di bab 1, kini saatnya kita makin mendalami pemahan review dengan membaca Bab 2. Tetapi sebelum lanjut membaca, mari pahami dahulu pertanyaan dari Bab 2:  Mengapa Kita Memilih Dia?




Pemilihan pasangan ditentukan oleh banyak faktor, bukan hanya kita, melainkan terutama dari Tuhan. Sebetulnya, kita sedang memilih orang yang memiliki kriteria yang kita idamkan. Waktu kita menjumpai kriteria itu, kita tertarik padanya. Terkadang, kita tidak kunjung menemukan seseorang sesuai kriteria kita, akhirnya kita memilah-milah, mana yang bisa di kompromikan dan mana yang tidak. Sebetulnya dalam diri kita ada dua kriteria dasar.

Pertama: kita mencari orang yang membuat kita merasa nyaman.

Rasa nyaman? Seperti apakah itu? Rasa nyaman adalah terpenuhinya semua kebutuhan dan pengharapan yang terpenting di dalam diri kita. Lalu, bagaimana cara mengetahui apakah dia dapat memberikan rasa nyaman? Harus melalui proses, waktu, dan kebersamaan yang akan menunjukkan kepada kita, apakah dia dapat memberikan rasa nyaman atau tidak. Ketika apa yang kita butuhkan tidak dapat diberikannya, disitu kita menimbang. Mau melanjutkan hubungan atau tidak. *Ini di lakukan selama kita berpacaran, bukan setelah menikah*

Kedua: kita sedang mencari seseorang yang mampu memberikan rasa aman.

Rasa aman maksudnya, kepastian dia menerima diri kita apa adanya. Tentu kita tidak mau dekat dengan orang yang mencederai, melukai, menghina, melecehkan, dan merendahkan kita.

Sebetulnya kriteria yang kita gunakan untuk memilih pasangan adalah rasa aman dan nyaman. Rasa aman juga termasuk tetang hal financial.

Namun dari dua hal sederhana tadi dapat berkembang menjadi sesuatu yang kompleks. Karena menikah tidak hanya bicara soal rasa aman dan nyaman. Ada kalanya kita hanya melihat 2 kebutuhan sederhana ini tanpa memikirkan kebutuhan yang lain, dan ending-nya memilih pasangan yang keliru.

Apa saja hal-hal yang membuat kita keliru karena terfokus pada rasa aman dan nyaman?

Pertama: pasangan terlalu mengidolakan kita, sehingga kita terbuai dan gagal melihat area dimana kita harus bertumbuh. Pasangan yang terlalu mengidolakan kita membuat kita merasa kita tidak memiliki kekurangan dan kita pun berfikir bahwa tidak mungkin dia bisa meninggalkan kita. Relasi yang sehat itu didasari atas penerimaan dan penghargaan namun tetap memberi ruang pertumbuhan. Ketika kita terlalu mengidolakan pasangan, kita tidak berani mengungkapkan ketidak puasan kita, akibatnya relasi menjadi mati dan tidak bertumbuh.

Kedua: adakalanya kebutuhan yang kita miliki terlalu besar dan pasangan mengalami kesusahan untuk memenuhinya. Pernahkah kamu bertanya mengapa selalu tidak menikah setelah berpacaran berkali-kali?  Jawabannya karena kita tidak pernah merasa nyaman, karena kebutuhan kita tidak terpenuhi. Kita menyalahkan pacar kita yang tidak bisa memenuhinya. Padahal masalahnya terletak pada diri kita. Jika masalahnya seperti itu, kita harus membereskan masalah kita terlebih dahulu sebelum kita memulai relasi dengan seseorang.

Ketiga: kemampuan kita untuk memenuhi kebutuhan pasangan memang lemah, kita susah membuat orang lain merasa nyaman. Kita tidak siap memberi, berjuang, kita tidak tahu bagaimana memberi. Jika kita tidak tahu cara memberi kasih sayang, tidak tahu cara mementingkan perasaan orang lain, kita sulit membuat orang lain merasa nyaman. Akhirnya kita tidak pernah bisa bersama orang lain. Kadang, ada orang yang sadar bahwa dia tidak bisa memenuhi kebutuhan pasangannya tapi yakin setelah menikah dia bisa memenuhinya. Selayaknya sedari pacaran, kita sudah menerapkan dan melakukannya. Jangan berkata "nanti setelah menikah pasti bisa", calon pasangan kita perlu bukti bukan janji. Waktu bersama saat pacaran adalah waktu menimbang bisa atau tidak kita memenuhi kebutuhan pasangan kita. Kita mesti realistis dengan apa yang bisa dan tidak bisa kita lakukan.

Keempat: karena fokus pada kebutuhan tertentu, kita luput melihat bahwa ada banyak ketidakcocokan di antara kita. Rasa nyaman karena terpenuhinya satu kebutuhan membutakan mata kita untuk melihat perbedaan yang ada. Kita menghibur diri bahwa faktor tersebut sulit dipenuhi, seperti merasa nyaman karena di cintai, tapi tidak aman ketika kita melakukan kesalahan, kita dimakimaki tanpa henti.

Hal terpenting, kita harus berdoa. Sebelum berpacaran, selagi berpacaran, kita harus berdoa meminta Tuhan menuntun kita, memberikan tanda-tanda yang jelas. Supaya kita mengetahui apakah ini kehendak TUHAN atau tidak. Agar kita bisa mengetahui bahwa dia adalah orang yang tepat untuk kita dan kita pun tepat untuk dia. Kita juga harus berkonsultasi dengan orang lain, yaitu orang-orang terdekat kita, terbukalah pada orang-orang terdekat kita dan mintalah pendapat mereka.





Kamis, 29 Oktober 2020

Bab 1 HIDUP TANPA PENYESALAN : MEMILIH PASANGAN HIDUP By PAUL GUNADI



Sebuah pertanyaan yang perlu Anda pahami sebelum membaca review


    Memilih pasangan hidup bukan pekara yang mudah, bahkan banyak orang mengalami penyesalan setelah mereka menikah, mengapa ya? Menurut seorang terapis keluarga di Amerika, kebanyakan orang lebih banyak menghabiskan waktu untuk persiapan mengikuti ujian SIM daripada mempersiapkan pernikahan mereka. Artinya mereka kurang waktu dalam mempersiapkan pernikahan, kenapa bisa kurang waktu? Itu karena kita tergesa-gesa dalam memutuskan untuk menikah, kita tidak melakukan banyak pertimbangan, pemikiran, dan penyesuaian. Orang yang tergesa-gesa dalam memutuskan untuk menikah, biasanya menganggap enteng sebuah perceraian, padahal kita menikah bukan untuk bercerai, benar? Kita lupa bahwa pernikahan itu di dirikan diatas pengenalan yang mendalam. Pengenalan sangatlah penting, sebab melalui pengenalan, kita bisa melihat, apakah kita bisa melakukan penyesuaian diri dengan dia, serta menilai apakah kita mau dan bisa menikah dengan dia? Mau dan bisa artinya apakah setelah menikah, kita siap dan sanggup menjadi orang yang diinginkan pasangan kita? Pernikahan adalah sebuah perhitungan, bukan menghitung hartanya dan manfaatnya tetapi menghitung, apakah orang tersebut bisa hidup bersama kita, dan apakah kita sanggup hidup bersama dia?

‘Jadi janji suci pernikahan yang berbunyi “saya bersedia menerima....” memiliki kandungan makna yang sangat banyak, salah satunya adalah hal diatas.

My Opinion (Debora Y...): Jujur saja temen-temen, saat aku menuliskan rangkuman diatas, ini merupakan hal baru bagiku. Selama ini ketika pacaran, aku belum berfikir sampai hal diatas, aku baru berfikir, kalo kita saling mencintai, kenapa kita berpisah? Kenapa kita gak bertahan saja? Entah apakah aku lupa memikirkan hal diatas atau aku tidak tahu dan baru tahu sekarang. Dan apakah kalian juga baru terpikirkan setelah baca ringkasanku? Tapi itu baru setengah dari bab 1, masih ada lagi sisanya, ayo lanjut...

                Ketika kita jatuh cinta dan calon pasangan kita juga mencintai kita, dan memutuskan untuk hidup bersama, maka cinta yang kita miliki harus di uji lewat perkenalan dan waktu. Jangan berfikir bahwa ketika kamu menatap dia dan dia menatapmu, jantung kalian sama-sama berdetak kencang, itu adalah “KEHENDAK TUHAN” . Tuhan menuntun kita, Ia membawa kita bertemu pasangan kita, tapi ingat, Ia pun mau kita melakukan bagian kita, yaitu memastikan calon pasangan tersebut. Masih ingat dengan roll model pernikahan pertama di bumi? Yaitu Adam dan Hawa? Tuhan tidak serta merta langsung membawa Adam untuk bertemu Hawa, pertama-tama Tuhan menyuruh Adam bekerja (memberi nama hewan), walaupun di dalam hati-Nya, Tuhan sudah punya rencana untuk menciptakan pasangan untuk Adam. Dalam melakukan pekerjaannya itu, Adam juga sembari mencari pasangannya, Kejadian 2: 20 ditulis “.......tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia” ayat ini menunjukkan Adam telah melakukan pemastian dalam pemilihan calon pasangan, dan didapati bahwa binatang-binatang yang ia beri nama itu tidak sepadan dengan dia, barulah setelah itu dia bertemu Hawa. Jadi memilih calon pasangan hidup tidaklah dengan beriman yang artinya “di imani saja bahwa kita berjodoh” . Tuhan tidak menyuruh kita menukarkan akal sehat dengan iman semacam itu. Jadi dalam pernikahan, Tuhan juga mengajak kita melihat realita. Kita harus melewati masa perkenalan dan penyesuaian. Keharmonisan adalah buah dari kerja keras menyesuaikan diri bukan hasil doa semata. Kedua belah pikah perlu berdoa, sepakat untuk sama-sama mencari kehendak TUHAN, apa memang semua ini kehendak Tuhan, sambil menjalani proses alamiah; pendekatan, pengenalan, dan penyesuaian diri.

                Kesalahan ketiga dalam memilih pasangan adalah motto “asal kita saling mencintai, segala masalah pasti bisa diselesaikan”. Nyatanya dalam sebuah pernikahan, badai persoalan tidaklah sederhana dan tidak begitu saja selesai dengan sendirinya, perlu adanya usaha dari kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah tersebut. Masalah timbul salah satunya untuk melihat, seberapa kalian dapat bertanggung jawab dan bekerja sama menyelesaikan masalah yang sedang kalian hadapi. Masalah yang paling umum tetapi krusial yang dialami kebanyakan rumah tangga adalah masalah ekonomi. Di Amerika Serikat, penyebab pertama orang bercerai adalah karena masalah ekonomi, bukan perselingkuhan.

My Opinion (Debora Y....): Seringkali orang memberikan nasihat ke aku “Jangan tunggu kaya, baru menikah, Tuhan pasti beri jalan, Tuhan pasti kirim berkat” , aku sih gak sepenuhnya membenarkan hal itu, tapi aku juga tidak menganggap bahwa pernyataan itu salah. Yang ingin aku tekankan di sini adalah, Tuhan pasti kirim berkat, apalagi jika pernikahan kita benar di mata-Nya, tapi bagaimana berkat itu bisa sampai ke rumah tangga kita, tentu ada usaha yang harus kita lakukan, yaitu berfikir kreatif, berhikmat dalam mengatur uang. Ada tanggung jawab dan usaha dari suami istri, bagaimana mendapatkan rejeki dan bagaimana mengatur rejeki yang di dapat itu, agar bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga. Ketika suami atau istri tidak memahami hal ini, maka sudah dapat dipastikan ada kekacauan ekonomi dalam rumah tangga.

    Dalam menikah, kita harus mengakui adanya perbedaan,karena memang kita berbeda, laki-laki dan perempuan, tentu ada hal-hal berbeda yang harus disesuaikan. Sebab jika perbedaan itu tidak diakui, diselesaikan, dan disesuaikan, perdebatan akan terus terjadi. Pernahkah kamu mengalami dimana kamu dan calon pasanganmu terjadi selisih paham atas hubungan kalian? Contohnya: kamu adalah orang yang kurang suka dengan laki-laki yang suka berpose dengan teman-teman perempuannya, dengan pose dimana laki-laki tersebut seakan-akan sedang dikerumuni dan diidolakan oleh para perempuan. Karena tidak tahu dengan hal yang tidak kamu sukai ini, pacarmu melakukannya, dan kamu pun menegurnya dengan halus dengan maksud agar pacarmu mengerti dan tidak melakukannya lagi, tetapi saat kamu tegor, alih-alih melakukan penyesuaian dengan kamu, dia justru mengalihkanmu ke hal yang lain, kesepakatan diantara kalian pun tidak terjadi dan masalah kalian mengambang. Bila sudah begini, bisa dipastikan, jika di kemudian hari hal ini terulang, kalian akan berdebat lagi.

Fondasi yang lain dalam sebuah pernikahan adalah cinta yang murni (tidak ada yang disembunyikan, tulus) dan rasa percaya. Jangan menikahi pasangan denga ketidak jujuran, yang dimaksud ketidak jujuran di sini bukan saja soal apakah Anda pernah melakukan dosa seks di masa lalu, tetapi apa motivasi Anda dalam menikahi dia? Jangan menikah karena ingin memiliki status sudah menikah, ingin memiliki hartanya, membutuhkan perlindungan, menaikkan derajat sosial dan sebagainya. Semua itu bukan fondasi yang kuat dalam pernikahan, jika kalian melakukan pernikahan karena motivasi yang salah, maka pasanganmu akan merasa tertipu, diperdaya, dia akan menyimpan kemarahan, dia tidak lagi bisa menyerahkan hidupnya sepenuhnya kepada kita.

Nasihat dalam memilih pasangan hidup

    Nasihat peratama dalam memilih pasangan hidup adalah kita harus berdoa. Meskipun kita sudah melakukan perhitungan dengan baik, tetapi kita tidak boleh terlalu percaya diri dengan perhitungan yang kita lakukan. Kita harus meminta hikmat dari Tuhan, supaya kita dapat melihat dengan jelas. Ada banyak hal yang harus kita lihat dengan jelas di masa perkenalan. Kita harus berdoa dan meminta hikmat Tuhan sebelum kita memilih untuk menikahi seseorang. Ingatlah bahwa kebaikan akan bertahan selamanya, sementara dia yang memilihmu hanya karena rasa tertarik hanya akan bertahan sesaat saja. Sebenarnya, Apa Arti dari DOA? Berdoa artinya menunggu dan melihat dulu, apakah Tuhan membuka jalan, apakah Tuhan memberikan konfirmasi atau tidak, benar-benar mempunyai hati untuk siap menunggu, melihat kehendak-Nya dan barulah memastikan. Hikmat artinya membawa kita kepada hidup seturut kehendak Tuhan.

Nasihat kedua adalah memilih orang yang sesuai kriteria TUHAN, yaitu seiman. Sebab sewaktu kita taat kepada kehendak Tuhan, kita sedang menghormati dan mengutamakan-Nya. Tuhan memberkati anak-anak yang mengutamakan Dia. Seiman memiliki arti hidup di dalam Tuhan, tidak lagi mementingkan diri, egonya berkurang, bersedia mendengarkan, bersedia berubah, mengikuti jalan yang Tuhan tunjukkan.

My opinion (Debora Y...): ketia aku membaca nasihat ini, aku jadi teringat sebuah perkataan sepasang kekasih “ya kamu harus ngertiin aku donk, kamu harus terima semua tentang aku kalo kamu tulus cinta aku” , kelihatannya kata-kata ini sedang mengajarkan agar kita tulus menerima pasangan kita, tapi setelah ku baca nasihat yang kedua tadi, Justru main set ku berubah. Ucapan itu justru terkesan yang mengucapkannya adalah seorang yang egois, dia tidak bersedia untuk berubah. Lalu jika demikian, akankah dia mau berubah mengikuti jalan yang Tuhan tunjukkan?

Nasihat ketiga adalah berbicara kesiapan diri untuk menikah, dalam hal ini dibahas tentang phsikis. Apakah kita mau menjadikan dia sebagai orang tua anak kita? Artinya apakah dia siap untuk merawat anak bersama kita? Jika dia perempuan, siapkah dia mengalami perubahan secara fisik, mengalami kesakitan yang luar biasa karena harus melahirkan anak kita? Jika dia laki-laki, siapkah dia untuk mendengarkan keluhan dari istrinya ketika istri mengalami kesakitan karena kehamilan, dan mencoba membantu meringankan beban istri dengan semua yang bisa dia lakukan? Maukah dia bersama kita mengurus dan membesarkan anak? Menjadi ayah atau ibu artinya memiliki kesiapan untuk mengalah, mengesampingkan kepentingan pribadi dan mementingkan kepentingan anak dan keluarga kecil yang dibentuk.

My Opinion (Debora Y...): kadang kala, ketika aku melihat pasangan muda yang bertengkar karena suami atau istri main keluar rumah seharian, aku ini jadi berfikir, apakah para suami atau istri diluar sana, tidak berfikir bahwa saat mereka menikah mereka harus siap mengalah, mengalah bukan karena istri suka mengekang atau suami suka mengekang, tapi mengalah karena ada tanggung jawab baru yang sudah menanti, dan jika tidak dilakukan bisa menimbulkan kekacauan baru. Menikah artinya siap untuk tidak hidup sesuka hati sendiri, melainkan menikmati hidup dengan menjalankan kewajiban yang di miliki.

    Kesiapan untuk menikah juga bicara soal, apakah pasangan kita bisa menjadi anak bagi orang tua kita? Apakah kita bisa menjadi anak bagi orang tuanya? Masalah ini cukup rumit, krusial, dan sulit. Kenapa? Wajar saja ini jadi sulit, sebab kita dan orang tua dia, bertemu disaat kita sudah dewasa, dan posisi kita adalah akan mengambil anaknya. Dimana kita tidak pernah ikut membesarkan anaknya, tidak ikut mendidik anaknya, tidak ikut membiayai dia, tapi tiba-tiba kita mengambilnya dari orang tuanya. Tentu orang tua bertanya-tanya dalam hati, sanggupkah kita mendampingi anaknya? Apakah anaknya akan berbahagia bersama kita? Apakah kita tidak akan membuat anaknya menjadi durhaka dan melupakannya? Dilain pihak, calon mertua juga kebingungan dalam menghadapi kita, mereka tidak tahu seperti apa karakter kita, tempramen kita, dan bagaimana mereka dan kita bisa berbaur menjadi sebuah keluarga. Jika masa penyesuaian ini bisa dilalui dengan baik dan kedua keluarga baik orang tua kita maupun calon mertua kita bisa melakukan penyesuaian, maka pernikahan kita akan menjadi lebih mudah, sebab mendapatkan dukungan dari dua belah pihak. Tetapi jika masalah ini tidak mendapat penyesuaian dengan baik, maka hal ini akan menjadi masalah tersendiri yang akan timbul tenggelam dalam pernikahan kita.

Yang terakhir adalah apakah kita siap dan dapat menjadikan dia sebagai orang yang paling penting dalam hidup kita? Ingat, pernikahan menuntut kita mengutamakan pasangan di atas orang lain. Pernikahan menuntut komitmen, eksklusif bahwa pasangan kita diperlakukan istimewa dibandingkan orang lain. Pernikahan menuntut penyerahan hidup secara total. Hal ini hanya bisa dilakukan jika kita mengasihi dan menghormati dia. Nasihat ini sekaligus sedang memberikan pertanyaan kepada kita, apakah dia dapat menjadikan kita sebagai orang yang paling penting dalam hidupnya? Harus ada komitmen bersama, sebab hubungan ini akan menjadi relasi yang paling penting dan intim.

My Opinion (Debora Y...): aku jadi teringat sebuah komentar dari temanku saat dia berdebat dengan pacarnya, “Kalo aku kamu perlakuin sama kayak temen-temen kerjamu, apa bedanya aku sama mereka? Terus kenapa kita pacaran” dulu ku pikir pernyataan temenku ini agak lebay, tapi kini harus ku akui bahwa nalurinya adalah benar. Pernikahan itu menuntut kita untuk menghargai hubungan yang eksklusif dengan pasangan kita. Jika kita tidak berikan label eksklusif itu kepada pasangan kita, jangan heran bila dalam pernikahan timbul perdebatan, rasa tidak percaya, bahkan rasa tidak dicintai oleh pasangan



Rabu, 28 Oktober 2020

TELAGA 3 HIDUP TANPA PENYESALAN

 

Telaga 3: Hidup Tanpa Penyesalan: Memilih Pasangan Hidup.



                Merupakan buku karya Paul Gunadi. Buku Tegur Sapa Gembala Keluarga ini dengan jumlah halaman 127 lembar, dan bahasa yang cukup formal menjadi tantangan tersendiri bagiku untuk menulis dan menyajikan review-nya dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami kepada kalian. Jujur saja, aku lebih suka buku fiksi daripada literasi.  Jadi, aku sangat menghargai kesungguhan kalian dalam menyelesaikan pembacaan rangkuman buku ini. Maafkan jika masih terlalu panjang bagi kalian, sebab aku merasa banyak hal yang begitu penting dijabarkan dalam buku ini, sehingga sulit bagiku untuk memilih mana yang paling penting. Cover dari buku ini berbentuk soft cover glossy dan kertasnya berjenis HVS, sehingga membuatku terkesan berat membacanya, karena aku lebih suka soft cover doff dan bookpaper. Harga dari buku ini sekitar Rp 48.500,- (belum termasuk ongkos kirim, kamu bisa mendapatkannya di Bukalapak, Shopee, Toped, dan online book store lainnya.

                Walau aku kurang suka dengan bentuk bukunya, tapi aku menyukai isi dari buku ini. Bagiku buku ini seperti materi bimbingan pra-nikah yang boleh diperoleh, tanpa harus terlebih dulu mendaftarkan diri dalam pencatatan pernikahan di gereja. Setelah aku membaca buku ini, aku menyadari bahwa pernikahan bukan hal yang main-main dan harus dilaksanakan dalam tempo yang sesingkat singkatnya, tapi hendaknya pernikahan itu sungguh ditimbang, dipikirkan, dan dipersiapkan. Memang akhirnya aku jadi heran dengan orang di sekelilingku, karena kota Nganjuk ini, yang ku amati memiliki rentan usia pernikahan yang bisa dibilang muda, yaitu 20th-24th (ini bukan data BPS, tapi data pengamatan pribadiku :D). Jadi aku pun bertanya dalam hati, apakah mereka memang sudah benar-benar mengerti serta memahami arti dari sebuah pernikahan, sehingga bisa sedini itu memutuskan menikah?  I’don’t know. Tapi, buku ini berhasil memberiku relaksasi dan ketenangan di usiaku yang menginjak 25 tahun. Membuat aku tertawa akan hari esok, mengapa aku tertawa? Sebab aku tidak resah lagi karena belum menemukan pasangan hidup, tapi aku menyadari bahwa menikah itu harus dipersiapkan dan aku sedang melakukannya, agar pernikahanku berbahagia. Jadi, mulai sekarang, jangan buru-buru menikah, tapi buru-burulah mempersiapkan batin dan kematangan diri untuk pernikahan nantinya.

                Walau buku ini pada dasarnya diambil dari sudut pandang iman Kristen, tetapi aku berusaha merangkumnya secara nasional, agar dapat dinikmati semua orang. Terakhir, aku ingin memberitahukan bahwa semua rangkuman ini ku tulis karena keinginanku sendiri, tidak ada sponsor dari penerbit atas rangkuman ini. Jika kalian merasa rangkuman ini bermanfaat buat kalian dan orang-orang di sekitar kalian, silahkan share link dari rangkuman tiap bab-nya. Thank You J

 

Dukung aku, Debora Yolanda Andri Tresnawati, menjadi blogger lokal Nganjuk, untuk Nganjuk yang lebih baik.